It’s been a long day, kali ini aku akan bercerita sebuah ide lainnya tentang hidup. Tidak, aku tidak akan mencoba menjadi bijak, hanya sedikit berteori dengan pemikiranku yang dangkal ini. Well, banyak cerita fiksi dan teori tentang mesin waktu yang menunjukkan ada kemungkinan adanya muti-universe, dimana ada versi kita di dunia yang lain dengan garis waktu yang berbeda dengan dunia kita. Kalau kalian pernah nonton film The One yang diperankan oleh Jet Li dan Jason Statham, kira – kira seperti itulah multi-universe theory dimana ada dunia lain dengan cerita berbeda, artinya ada “diri kita” di dunia tersebut tapi dengan hidup yang berbeda, mungkin kita disini adalah seorang guru, sedangkan di dunia lain kita adalah CEO perusahaan multinasional dibidang teknologi dan di dunia lainnya lagi kita seorang pemulung, dan kemungkinan itu terus datang dengan jumlah dunia yang tidak terbatas.
Kategori: Opini
My personal opinion about world’s issues
Dilema
“Aku harus bersenang – senang, mumpung masih muda, puas menjalani hidup sebelum tua disibukkan banyak hal”, kemudian sejenak berpikir dan terlintas, “Kalau aku senang – senang aja, nanti aku menyesal dikemudian hari, jadi sekarang bersakit – sakit dahulu, nanti pasti dapat hasilnya”, masih dalam renungan yang sama “Tapi tidak ada jaminan aku mendapat yang aku perjuangkan sekarang, jadi apa yang harus aku lakukan?”.
Seringkali kita dihadapkan dengan banyak hal yang membuat kita harus memilih. Kita tidak tahu apa yang terjadi dimasa depan, kita hidup saat ini, detik ini dan berusaha untuk mengantisipasi segala hal buruk dengan memilih sesuatu yang baik menurut kita. Sebelumnya aku menulis tentang mengambil sebuah keputusan dimana kadang keputusan dipengaruhi oleh kesempatan yang datang. Bahkan ketika aku menulis sebuah artikel kadang aku ragu dan takut beropini sehingga memutuskan untuk tidak menulisnya. Kadang kita tidak bisa memilih karena alasan yang tidak jelas, atau ketika kita mendefinisikan penyebabnya malah menegaskan masing – masing pilihan punya masalahnya tersendiri.
Guru ideal, menurutku!
Aku bukan seorang guru, tapi aku punya pemikiran seperti apa seorang guru seharusnya. Sebelumnya aku bercerita di artikel jika aku punya mesin waktu, aku akan lebih rajin belajar waktu sekolah. Dulu aku tidak mengerti kenapa harus menghitung percepatan sebuah benda. Buat apa menghitung derajat pandangan kita dengan ujung pohon menggunakan trigonometri, atau menghitung kesukaran kereta mengerem menggunakan rumus momentum. Karena contoh implementasi yang menurutku gak terlihat berguna yang membuatku mungkin malas belajar. Kemudian aku mulai menyalahkan guru yang mengajar, iya aku menyalahkan mereka.
Jika aku punya mesin waktu
Tidak, aku tidak membahas mesin waktu dalam perspektif fisika kuantum. Hanya berandai andai, apa yang ingin kalian lakukan jika punya mesin waktu?. Pergi ke masa depan kah untuk melihat seperti apa kalian kelak? kembali ke masa lalu?, atau lebih memilih tidak menggunakannya?. Aku lebih memilih kembali ke masa lalu, kenapa? karena aku ingin ketemu aku yang berumur 7 tahun kemudian menatap matanya dalam – dalam, memegang pipinya lembut….. plak.. jangan alay po’o kamu ya gusti….
Mengambil keputusan
“Jangan menyusahkan dirimu sendiri, ambil aja” begitu kata mereka. Memilih, iya dalam hidup ini kita selalu dihadapkan dengan banyak pilihan. Itu kenapa ada yang bilang bahwa hidup ini bercabang, kita yakin bahwa ada versi lain dari diri kita yang dulu mengambil keputusan yang tidak kita ambil saat ini. Jujur aku tipe orang yang tidak pandai mengambil keputusan, aku merasa setiap apa yang aku pilih malah menyusahkan diriku sendiri, apa yang aku ambil berakhir banyak penyesalan. Dulu aku berpikir bahwa hidup ini harus direncanakan, tidak ada namanya surprise. Ketika aku ingin A, aku berusaha dan bersiap untuk mendapat A jauh sebelumnya. Kadang rasanya aku iri pada orang lain yang sama sekali tidak merencanakan A tetapi justru mereka yang mendapatkan A, begitu juga untuk B, C, hingga Z.
Dunia yang bergesekan
Pernahkah kalian melihat orang gila? pernahkan kalian berpikir kenapa orang gila tidak peduli dengan kondisi disekitarnya? bukan hanya karena gila, tapi lebih pada sesuatu apa yang dia lihat, dunia yang dia rasakan, dunia yang dia nyaman untuk hidup. Pernahkah kalian iri dengan orang gila? Jika tidak, aku mau sedikit beropini tentang mereka. Sebelumnya aku pernah menuliskan tentang katanya bahagia itu sederhana dimana kadang hal itu hanya sebuah alasan untuk pembenaran bahwa kita benar – benar bahagia ketika kita tidak bisa mencapai kebahagiaan yang kita inginkan. Tapi mungkin dari postingan terakhir, pola pikirku sedikit berubah ketika aku sendiri mulai merasakan keruwetan dengan hidup ini.
Semua orang benar
Seringkali ketika seseorang bercerita tentang masalahnya dengan orang lain kepada kita akan terlihat sebuah pola yang sama, atau setidaknya mirip. “Si itu lho ngeselin, si ini gak tau diri, coba ya… Masa dia gak ngerasa… Dia gak tau… on and on…”. Sedangkan kita mungkin tidak tahu kalau orang yang dia maksud juga bercerita hal yang sama kepada orang lain bahwa dia adalah orang yang salah sedangkan orang tersebut benar. Well, memang jarang ada yang datang kemudian bercerita bahwa dirinya telah menyakiti orang lain, sebaliknya mereka semua merasa benar. Mungkin dari masing – masing pihak melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda akhirnya keduanya tidak merasa bahwa sebenarnya mereka saling menyakiti.
Masyarakat di social media
Siapa hari ini yang tidak punya akun Twitter, Facebook, Path, Instagram dan lain sebagainya. Aku punya topik baru di Blog ku, ya tentang social media, tentu saja dengan topik critical awareness dan self education. Aku akan membahas pola perilaku masyarakat di social media untuk kedepannya. Sekarang aku akan membahas secara general.
Sebelumnya seperti biasa mukadimah tentang hal – hal teknis. Social media saat ini menjadi seperti dunia kedua seseorang. Menurut data statistik Statista tahun 2016 ini masyarakat dunia menghabiskan setidaknya hingga 118 menit per hari atau sekitar 2 jam menggunakan social media. Istilah social media sendiri mungkin tidak terbentuk secara langsung, mengingat website seperti forum, milis dan sejenisnya telah ada ketika internet mulai populer. Tapi ketika internet menjadi hal biasa dan banyak hal menarik di dalamnya kemudian paradigma baru muncul.