BUDAYA DALAM ORGANISASI

PERILAKU ORGANISASI

“BUDAYA DALAM ORGANISASI”


Oleh :

 Mas Utomo Efendi             :   102410101069

Angga Ari Wijaya                :   102410101070

Surya Adi Pranata              :   102410101071

Margareta Ester P               :   102410101072

Angga Riswanda                  :   102410101073

Bita Diflia                                 :   102410101074

 

 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

UNIVERSITAS JEMBER

Budaya Dalam Organisasi

 

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya.Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi (Wikipedia).

Meminjam konsep Peter F. Drucker, Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan internal yang  pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait sepeti di atas. Sedangkan Edgar H. Schein memandang Budaya Organisasi sebagai system makna bersama, yg dianut oleh anggota-anggotanya.

  1. 1.    Budaya Dan Organisasi

Budaya merupakan hasil cipta karsa manusia yang diperoleh berdasarkan pengalaman, kebiasaan yang dilakukan berkesinambungan. Setiap individu memiliki seperangkat acuan budaya di dalam dirinya. Dengan kata lain, setiap kita menciptakan budaya kita sendiri akibat dari interaksi kita dengan lingkungan.

Sebuah organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok individu yang bekerjasama dan berinteraksi satu sama lain, akan membentuk sebuah kebiasaan yang lama-kelamaan akan membentuk budaya organisasi dalam sistem organisasi tersebut. Budaya organisasi merupakan pola terpadu yang dihasilkan dari perilaku individu dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Artikel ini akan membahas contoh budaya kerja dalam dunia kerja.

Budaya organisasi dalam setiap perusahaan, muncul berdasarkan perjalanan hidup para pegawai. Pada umumnya budaya organisasi terletak pada pendiri organisasi. Merekalah yang berperan penting dalam mengambil sebuah keputusan dan sebagai penentu arah strategi organisasi. Budaya organisasi juga disebut sebagai budaya perusahaan.

Budaya organisasi di setiap perusahaan yang ada di seluruh dunia memiliki budaya tersendiri dalam menjalankan kinerjanya. Hal ini disebabkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

  • Lingkungan usaha. Lingkungan usaha di mana perusahaan A beroperasi akan menentukan langkah apa yang harus dilakukan oleh perusahaan tersebut.
  • Adanya nilai-nilai atau konsep dasar dan keyakinan dari suatu perusahaan.
  • Acara-acara rutin yang diselenggarakan perusahaan dalam rangka memberikan reward pada para karyawannya.
  • Adanya jaringan yang dimiliki setiap perusahaan berbeda-beda. Jaringan komunikasi informal dalam perusahaan dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai, asumsi-asumsi dan keyakinan dari budaya perusahaan terkait.

Jadi, budaya perusahaan diperoleh berdasarkan interaksi para karyawan dalam menjalankan tugas dan kewajiban mereka, di bawah kontrol para dewan direksi atau atasan. Budaya perusahaan juga dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh atasan, dalam hal ini irama kinerja yang diterapkan.

  1. 2.    Asal muasal budaya organisasi

Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.

Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.

  1. 3.    Hal-hal yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as they learn to cope with problems of external adaptation anda internal integration (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi).( Opcit Ndraha, P.76).

Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

  • Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.
  • Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
  • Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.

Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption”( loc.cit Vijay Sathe, p. 18) Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :

  • Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.
  • Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seprti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.
  • Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
  • Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.

 Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi.( Silalahi,2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara lain : Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan terhadap kemampuan pekerja

     Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43) bisa dilaksanakan antara lain berupa :

  • Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
  • Menentukan batas-batas antar kelompok.
  • Distribusi wewenang dan status.
  • Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
  • Menentukan imbalan dan ganjaran
  • Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi /perusahaan/budaya kerja/budaya akdemis ( Republika, 27 Juli 1994:8) yaitu :

  • Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan
  • Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.
  • Teknologi, produksi dan jasa
  • Industri dan kompetisinya/ persaingan.
  • Pelanggan/stakehoulder akademis
  • Harapan perusahaan/organisasi
  • Sistem informasi dan kontrol
  • Peraturan dan lingkungan perusahaan
  • Prosedur dan kebijakan
  • Sistem imbalan dan pengukuran
  • Organisasi dan sumber daya
  • Tujuan, nilai dan motto.

  1. 4.    Karakteristik Budaya Organisasi

Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.

  • Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
  • Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, perhatian pada hal-hal detail.
  • Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
  • Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
  • Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
  • Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
  • Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya keseimbangan dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Lebih jelas lagi diungkapkan oleh Desmond graves (1986:126) mencatat sepuluh item research tool (dimensi kriteria, indikator) budaya organisasi yaitu :

  • Jaminan diri (Self assurance)
  • Ketegasan dalam bersikap (Decisiveness)
  • Kemampuan dalam pengawasan (Supervisory ability)
  • Kecerdasan emosi (Intelegence)
  • Inisatif (Initiative)
  • Kebutuhan akan pencapaian prestasi (Need for achievement)
  • Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for self actualization)
  • Kebutuhan akan jabatan/posisi (Need for power)
  • Kebutuhan akan penghargaan (Need for reward)
  • Kebutuhan akan rasa aman (Need for security).

 

  1. 5.    Budaya dengan profesionalisme

Dalam perkembangan berikutnya dapat kita lihat ada keterkaitan antara budaya dengan disain organisasi sesuai dengan design culture yang akan diterapkan. Untuk memahami disain organisasi tersebut, Harrison ( McKenna, etal, 2002: 65) membagi empat tipe budaya organisasi :

  • Budaya kekuasaan (Power culture).

Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi.

Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelajiman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.

  • Budaya peran (Role culture).

Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan mengastabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu mengstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi.

  • Budaya pendukung (Support culture)

Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota dibawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas didalamnya ada keselaran antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus menerus (longlife education)

  • Budaya prestasi (Achievement culture)

Budaya yang didasarkan pada dorongan individu dalam organisasi dalam suasana yang mendorong eksepsi diri dan usaha keras untuk adanya independensi dan tekananya ada pada keberhasilan dan prestasi kerja. Budaya ini sudah berlaku dikalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.

  1. 6.    Tipologi Budaya

Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :

  • Akademi
    Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.

  • Kelab
    Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

  • Tim Bisbol

Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.

  • Benteng
    Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

 

  1. 7.    Sumber Sumber Budaya Organisasi

Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. 1.      Pengaruh umum dari luar yang luas

Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.

  1. 2.      Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat

Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.

  1. 3.      Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi

Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.

  1. 8.    Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Selanjutnya, kita akan membicarakan tentang proses terbentuknya budaya dalam organisasi. Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula  dari mana pun, dari perorangan atau kelompok, dari tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya : (1)  pendiri organisasi; (2) pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4) luar organisasi; (5) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat.  Selanjutnya dikemukakan  pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya; (2)  benturan budaya; dan (3)  penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi. Lebih jelasnya, proses pembentukan budaya ini dapat diragakan dalam  bagan 2  berikut ini :

Pola Umum Munculnya Budaya Organisasi

(sumber : John P. Kotter. & James L. Heskett, 1998. Corporate Culture and Performance

(terj Benyamin Molan). Jakarta: PT Prehalindo, h.9)

Setelah mapan, budaya organisasi sering mengabadikan dirinya dalam sejumlah hal. Calon anggota kelompok mungkin akan disaring berdasarkan kesesuaian nilai dan perilakunya dengan budaya organisasi. Kepada anggota organisasi yang baru terpilih bisa diajarkan gaya kelompok secara eksplisit. Kisah-kisah atau legenda-legenda historis bisa diceritakan terus menerus untuk mengingatkan setiap orang tentang nilai-nilai  kelompok dan apa yang dimaksudkan dengannya.

Para manajer  bisa secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka secara terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui ritual dan perayaan-perayaan khusus.

Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam identifikasi diri dapat mendorong anggota muda untuk mengambil alih  nilai dan gaya mentor mereka. Barangkali yang paling mendasar, orang yang mengikuti norma-norma budaya akan diberi imbalan (reward) sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi (punishment). Imbalan (reward) bisa berupa materi atau pun promosi  jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan untuk sanksi (punishment) tidak hanya diberikan  berdasar pada aturan organisasi yang ada semata, namun juga bisa berbentuk sanksi sosial. Dalam arti, anggota tersebut menjadi isolated di lingkungan organisasinya.

Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau “buruk”,  yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak cocok” . Jika dalam suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manajemennya lebih berfokus pada upaya pemeliharaan nilai-nilai- yang ada dan perubahan tidak perlu dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar yang berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin diperlukan.

  1. 9.    Contoh Budaya organisasi

dalam dunia kerja adalah adanya kedisiplinan. Sebuah perusahaan misalnya terkenal dengan disiplinnya terhadap waktu, pembagian kerja dan kinerja masing-masing divisi. Semua karyawan akan menerapkan sikap yang disiplin terhadap cara kerja mereka, sehingga budaya disiplin melekat dalam diri mereka.

Masih banyak lagi budaya organisasi yang cukup menarik untuk kita ketahui. Berikut beberapa contoh budaya organisasi dalam dunia kerja di negara maju.

  1. 1.      Amerika Serikat

Budaya organisasi orang Amerika terkait dengan inovasi. Jadi mereka akan menciptakan berbagai inovasi dalam meningkatkan kemajuan perusahaan mereka. Orang Amerika juga menganut budaya organisasi kapitalisme, yaitu memupuk kekayaan sendiri, serta menganut prinsip kepemimpinan dan budaya feodal yang mengutamakan perbedaan harkat dan martabat antar petinggi dan bawahan, atasan dan karyawan.

  1. 2.      Jepang

Jepang dikenal dengan budaya on time alias tepat waktu dan sangat menghargai waktu. Orang Jepang sangat setia pada perusahaan dan menghargai pendapat orang lain. Budaya organisasi orang Jepang disebut dengan Kaizen, yang artinya penyempurnaan berkesinambungan, yang melibatkan semua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan.

Metode Kaizen ini dilakukan dengan mengubah cara kerja karyawan sehingga karyawan bekerja lebih produktif, tidak terlalu melelahkan, lebih efisien, dan aman, serta memperbaiki peralatan dan memperbaiki prosedur kerja perusahaan.

10. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

  1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
  2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
  3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
  4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
  5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Referensi :

http://www.anneahira.com/

http://cokroaminoto.wordpress.com/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Organisasi

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/teori-budaya-organisasi.html

BUDAYA ORGANISASI KAIZEN

  • Budaya organisasi padamasyarakat Jepang disebut”Kaizen,” yang artinya”penyempurnaan berkesinambungan,” yang

Melibatkan semua anggota dalam hirarkhi perusahaan, baik manajemen maupun karyawan.

  • Intinya: kesadaran bahwa manajemen harus memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, jika perusahaan ingin tetap eksis, memperoleh laba, dan berkembang.
  • Tujuannya: menyempurnakan mutu, proses, sistem, biaya, dan penjadwalan demi kepuasan pelanggan.
  • MetodeKaizen: pertama, mengubah cara kerja karyawan sehingga karyawan bekerja lebih produktif, tidak terlalu melelahkan, lebih efisien, dan aman; kedua, memperbaiki peralatan; ketiga, memperbaiki prosedur

  • Konseplain dikenaldenganistilah”Inovasi, ” yang merupakanperubahanbesardalammengikutiperkembanganteknologi. Inovasimenggunakankonsep-konsepdanteknikproduksibaruyang bersifatdramatis dansangatmenyolok.
  • Dibandingkandengan”inovasi,” Kaizen tidakmemerlukanteknik-teknikyang canggihdaninvestasiyang besar.
  • LangkahpertamaKaizen, lakukan”review” terhadap”standarkerja” yang berlakuuntukmemeriksakinerjasaatini; kedualakukan”estimasi” seberapajauh kinerja masihdapatdiperbaiki. Jikasudahoptimal barulahstandardinaikkan.
  • Dampaknyaakanterlihatpada”prosesproduksidanpasar.”
  • Produk-produk buatan Jepang dikenal dengan kualitasnya yang bagus dengan harga yang kompetitif.

2 pemikiran pada “BUDAYA DALAM ORGANISASI

Tinggalkan komentar